Sunday, May 18, 2014

Riddle Chapter 6 : aku masih mengingatnya

Viona, sosok wanita mandiri dan cerdas, adalah seorang pecinta tanaman. Bersama ibunya, ia membuat taman kecil disamping rumahnya, sebuah hot house dibangun guna perawatan tanaman kecilnya. Ada pengalaman lucu atau kalian bisa menyebutnya ini keterlaluan, terserah. Cerita ini mengenai tanaman yang ia rawat, pernah disuatu sore yang agak mendung, ia tiba-tiba menelponku dengan nada cemas.


*flashback
                “kun.... tolong kerumahku sekarang, jika tidak segera datang, mereka akan mati...” tuutt tuutt viona menutup telepon begitu saja.
                Bisa kalian bayangkan, betapa paniknya mendapatkan telepon seperti itu dari orang yang kita sayang, dan tanpa sempat kita bertanya apa yang terjadi, ia menutup telponnya... what a girl? Bayangkan jika saat itu kita sedang dikamar kecil? Ah terlalu sadis untuk dibayangkan heheee...
                Mendapat telpon barusan, langsung saja aku berangkat menuju rumah viona, tentunya menggunakan motor pinjaman milik pelanggan ayahku yang sedang diperbaiki. Karena memang ayahku adalah seorang mekanik dan membuka bengkel kecil disamping rumah kami, dengan nama Riddle & Anna. Dan itu artinya aku sudah siap menerima ocehan ayah saat pulang nanti, tapi sudahlah viona lebih penting untuk saat ini.
                Diperjalanan menuju rumah viona, hujan deras menghadangku dan sialnya aku lupa membawa jas hujan, what a day! Dengan kecepatan penuh, kupacu laju motor yang agak goyang karena memang sedang diservis. Tapi kuabaikan itu, ini demi viona.
                Akhirnya aku sampai dirumah viona, baju ini sudah basah kuyup dan hujan semakin deras saja. Viona membukakan pintu dan berlari kearahku dengan payungnya.
                “kun.... kenapa kau basah-basahan begini? Cepat masuk, nanti kau sakit”
                *(ini kan karena kau juga vio yang menyuruhku kemari)
                “baiklah, vio aku parkir motor dulu”
                “ah itu nanti saja, parkir motormu di depan pintu saja, lagipula kau sudah basah kuyup begini, cepat jangan sampai kau sakit kun”
                *(vio memang wanita yang begitu pengertian)
                “ini gunakan handuk ini untuk mengeringkan tubuhmu, kun”
                “kau bisa gunakan baju ayahku, sementara itu pakaianmu kukeringkan ya”
                “hei” kusela pembicaraannya agar dia tidak terlalu banyak bicara
                “vio, kenapa kau begitu santai?”
                “heh?? Apa maksudmu kun?” vio terlihat kebingungan dengan pertanyaanku barusan.
                “kenapa kau tak terlihat panik, vio?”
                “heh?? Aku tak mengerti yang kau maksud kun?” vio semakin bingung
                “itu soal tolong, cepat dan akan mati” kujelaskan dengan sedikit peragaan padanya.
                “hihiii itu bisa dilakukan nanti, saat hujan sudah reda kun”
                “hah?? Apa maksudmu? Ini berkaitan soal hidup dan mati, dan kau sebegitu santainya menanggapi soal ini, vio??” aku tak habis pikir.
                “hihii baiklah, biar kujelaskan padamu ya, siang itu saat aku ingin menyiram tanamanku dan siang itu jadwalnya memberikan pupuk buat tanamanku, tapi aku kehabisan pupuk, makanya aku telpon kamu untuk kesini :P”
                “kenapa kau seenaknya menutup telpon dengan membuat orang lain sangat khawatir?”
                “saat itu pulsaku habis kun :P”
                Dengan nada tanpa bersalah viona menjelaskan hal itu, lalu memberikan list belanjaan yang akan dibeli.
                “ini, tolong ya kun, jika tidak dibeli mereka akan mati J
                “ah entahlah, moodku sedang tidak enak”
Sudah berapa kali aku dikejutkan oleh viona, seharusnya aku sudah hafal akan hal ini. Namun sindrom 60 detik yang kualami, seolah menghapus ingatan itu dan pada akhirnya aku selalu berakhir seperti ini.
                “riddle kun, apa kau tak mau membantu kekasihmu ini, hah?? Apa kau tahu akibatnya, hah??” viona mengepalkan tinjunya dan mengarahkan kepadaku.
                “knuckle punch!!!”
                *bruaaahhhh
                Pukulan seorang pemegang sabuk hitam memang sangat kuat............. rasa dingin karena kehujanan beralih menjadi rasa sakit yang tak tertahankan. Sepulang dari rumah viona, aku dimarahi ayah karena membawa kabur motor pelanggannya. What a day!!


Membaca cerita diatas, kalian boleh berasumsi apapun tentang kami. Namun rasa sakit itu masih terasa, dan sore ini entah janji apa yang kubuat dengan viona. Aku sudah lupa.
                “hei ven, bagaimana hari pertamamu dikantor?”
                Lamunanku dibuyarkan otto, si penjaga toko koran itu.
                “hehee tidak begitu buruk kawan, ya memang ada sedikit yang tak sesuai harapan sih”
                “berhubung kau sudah bekerja sekarang, maka bulan depan, kau harus membayar hutang-hutangmu padaku, okee”
              “okee tak masalah” jawab ven sambil mengacungkan jempol dan melemparkan senyuman khasnya.
                “eehh senyuman itu, tidak kali ini aku tak ingin membantumu lagi!”
                “hehee ayolah kawan, aku mohon bantuanmu, aku harus buru-buru ke tempat viona, kekasihku”
                “kenapa tak kau pinjam saja motor di bengkel ayahmu itu, ven?”
                “beliau melarangku melakukannya lagi, kumohon otto pinjamkan aku motormu kali ini ya ya ya” dengan muka memelas.
                “aku tipe orang yang tak tega melihat orang lain mengiba padaku meminta pertolongan, kau memang benar-benar pandai memanfaatkan kelemahanku ini ven, baiklah ini kuncinya, tolong hati-ha....”
                “baiklah, thanks Otto” dan bruumm.....
                “hati...HEI JIKA KAU TAK MENGEMBALIKAN MOTORKU DALAM KEADAAN UTUH, KUPASTIKAN KAU AKAN MENYESAL VEEENNN!!!!” otto meneriaki ven.

*diperjalanan menuju rumah vio, ven mampir ke sebuah minimarket.
                “hmm kali ini aku akan membalas mengerjai mu sayang, tunggu balasanku kali ini hahahaa” tawa jahat ven yang sumbang.
                “hei hei lihat anak muda itu sepertinya kurang waras, jadi takut lihatnya” beberapa ibu-ibu diminimarket menjadi ilfeel melihat ven yang berteriak seorang diri.

                Singkat cerita, ven sudah tiba dirumah viona tepat saat matahari berpulang ke peraduannya.
                “kun, syukurlah kamu inget dengan janji kita hari ini, senangnya” viona tersenyum padaku.
                “hehee tentu vio, sayang” sejujurnya aku tak mengingatnya (T-T)b syukurlah vio tak menyadarinya.
                “jadi kita makan malam dimana sekarang?” tanya vio
                “ehh makan malam?? Dimana ya?”
                “tuh kan, jangan bilang kau belum menentukannya, kun” vio terlihat sedikit kesal, dengan menekuk mukanya.
                “hei hei jangan-jangan kau malah lupa kalau malam ini kita mau dinner, ya?” jari telunjuk vio tepat mengenai hidungku. Aku sedikit memundurkan tubuhku tapi sialnya dinding ini menahanku.
                “hehe baiklah, aku mengakuinya vio, aku memang melupakan janji kita, bahkan acara dinner ini pun aku tak mengingatnya”
                “baiklah, berhubung kau belum menentukannya, malam ini kita akan makan di resto vegiefood”
                “haah?? Itukan restoran vegetarian? Apa kau menganggapku ini kambing yang suka makan dedaunan, vio”
                *cubit “hei kun, berarti kau anggap aku ini kambing juga ya?”
                “ya memang, seekor kambing yang cantik :P”
                “apaan sih?? jangan menggombaliku kun” *dzigg
                “seneng sih seneng, tapi jangan pakai pukulan juga, sakit vio”
                (lain kali aku mesti hati-hati kalau ada niatan menggombali viona huhuuu)
                “oke kita berangkat, kun”
Sampailah ven dan viona di resto vegiefood, sebuah restoran khusus para vegetarian satu-satunya di kota metro. Pelayanan yang baik dan kesegaran hidangan menjadi nilai plus resto ini, hanya saja kekurangan di resto ini tidak ada menu sate kambing.
Mereka segera mengambil tempat untuk memesan hidangan. Seorang pramuniaga menawarkan menu, dan tanpa perlu waktu lama, vio sudah memilih menu apa yang akan dimakan. Vio rupanya sudah menjadi pelanggan tetap di resto ini.
                “vio, aku punya kejutan untukmu”
                “wah apa itu sebuah cincin? Kalung berlian? Voucher ke luar negeri?”
                “hei hei jangan mengkhayal berlebihan”
                “ini sebuah kado untukmu, untuk hari jadi kita yang ke 2 tahun”
                “wahh terima kasih sayang, rupanya kau mengingatnya, terima kasih” *hugh*
Viona memeluk ven dengan eratnya.
                “malam ini aku merasa sangat bahagia, sayang” vio melepaskan pelukannya.
                “kun, aku ke kamar kecil dulu” vio berlalu dari tempat duduknya.
Selagi viona pergi, ven sedang asyik dengan sesuatu ditangannya. Sebuah kejutan untuk viona, sepertinya.
                “hehee dengan ini, vio pasti akan ketakutan, aku yakin itu, analisisku pasti tepat, yosh” sambil teriak.
                “anak muda itu berisik sekali, seperti resto ini milik kakeknya saja” keluh salah seorang pelanggan di samping meja ven.
                “kun, kau terlihat sangat bersemangat banget, ada apa sih?” tanya vio yang baru saja kembali dan hendak duduk.
                “vio, pejamkan matamu sebentar ya, ada kejutan untukmu”     
                “baiklah, kun” vio memejamkan matanya.
                Sudah sekian lama, aku belum menemukan kelemahan viona, dan terakhir kali aku bertamu kerumahnya, tanpa sengaja aku membuka album kenangan masa kecilnya. Dan aku mendapatkan petunjuk tentang apa yang paling ditakuti viona     .
“baik, sekarang buka matamu, sayang”
“taarraa”
“eh balon? Hahahaa oh jadi begitu, kun”
viona tak terkejut sama sekali, ini sungguh membingungkan. Analisaku salah ternyata.
“isi hadiah ini pun aku sudah bisa menduganya, kun”
“ah vio, kau sama sekali tak seru huft” wanita satu ini memang tak punya rasa takut T-T mengerikan.
“permisi, pesanan anda tuan, nyonya, silahkan” pramuniaga menyela pembicaraan kami.
“kun sayang, dimakan ya, khusus malam ini kamu jadi kambing tentunya ditemani kambing yang cantik ini hihiii”
“heeehh baiklah, kamu ini sama sekali tak punya rasa takut pada apapun ya”
“hmm phobia ya...” sambil mengetuk-ngetuk garpu di bibirnya, vio berpikir
“nah, sepertinya memang tidak ada kun hihihiii”
“zzzz kau ini, oh iya makanan ini namanya apa?”
“hmm... salad ulat sutra”
                “heugh... aku mual mendengarnya...”   
                “hei kun, di bajumu ada ulat tuh!”
                “aaaarrrggghhh hush hush pergi”
Ven sangat panik mendengar ada seekor ulat di bajunya, saking paniknya sampai-sampai kursi yang didudukinya terbalik dan ven pun pingsan.
                “hei kun, bangun.. jangan pingsan disini, tadi aku cuma bercanda kun.. salad ulat sutra itupun cuma istilah...”
Seisi resto pun mengalihkan perhatiannya pada pasangan ini, beberapa orang mencoba ikut membangunkan ven riddle.
                “hei kun, bangun kun... maafkan aku kun... cepat bangun...” sedari tadi vio terus mencoba menyadarkan ven riddle, namun nihil.
                “nona, coba kau cek detak jantungnya” seru salah seorang dekat vio.
                Vio merebahkan tubuhnya ke tubuh ven untuk mendengarkan detak jantungnya, tapi tiba-tiba tangan ven memeluknya.
                “kena kau vio, hehee” kali ini aku berhasil membuat vio panik.
                “heehh apa kau bilang?” *knuckle punch *dzig
Sebuah pukulan mendarat tepat di perut ven yang baru saja terbangun, dan sedetik kemudian ambruk kembali.
                “oke oke, maaf membuatmu cemas vio, pukulanmu barusan cukup sakit juga”
                “kamu beruntung kun, itupun sudah didiskon dengan pukulan sayang”
                “hei hei memang ada yang seperti itu?? Tapi vio, coba kau buka hadiah yang kuberikan padamu sebelumnya”
                Vio membuka hadianya, dan seketika matanya berkaca-kaca.
                “terima kasih kun, ini sangat indah...”
Dan makan malam itu pun, berakhir dengan perasaan haru.

Chapter 6 – END

Riddle             : oi oi, apa isi hadiahnya??
NaraTHOR    : loh, bukannya kau sendiri yang memberikannya pada vio?? Masa sendirinya ga tahu sih?
Riddle             : ah ini ulah si author kita, dia sama sekali tak memberitahuku soal ini, hei AZIS SAN cepat beritahu, apa isi kadonya!!!
Azis                 : hahaa nungguin ya.... :P     itu rahasia
Riddle             : aarrgghh aku beralih jadi penjahat saja deh kalau begitu, rasanya pengen cekik lehermu, azis san.... naraTHOR jangan halangi aku, hentikan....

naraTHOR     : oi oi, aku sama sekali tak menyentuhmu... -____-