Udara dipagi ini terasa begitu
segar, hembusan angin yang pelan, suara kicauan burung-burung menambah indah
suasana di pagi ini.
“Hmm,
segarnya. Mari berangkat, ayah aku pergi dulu ya”
“Oi
ven, hari ini kau tidak boleh bawa motor pelanggan ayah lagi!!!”
“Tenang
ayah, hari ini aku akan naik bus saja haha..”
Yup ini adalah hari pertamaku
bertugas bersama Harry Sullivan, sang detektif eksentrik yang terkenal karena
aksinya dalam memecahkan kasus-kasus besar dengan gayanya yang sangat keren.
Setiap pagi aku selalu mampir dahulu di kios milik Otto huckster, seorang
penjual berita harian di dekat rumahku. Sewaktu sekolah dulu, aku hampir tiap
hari membaca berita-berita terbaru yang terkait dengan sang detektif, ya bisa
dibilang sang detektif lah yang menginspirasiku untuk menjadi seorang detektif
juga. Kios milik otto terbilang cukup kecil, mungkin karena aku terlalu sering
berhutang koran padanya, sehingga usahanya tidak bisa berkembang lebih hehehee.
“Selamat
pagi, Otto”
“Pagi,
oh kau ven”
“hei,
ini masih pagi, kenapa wajahmu muram begitu otto?? Rejekimu bisa hilang lho,
kalo wajahmu muram begitu” ( sambil menuding wajah otto )
(
muka bete ) “gimana
rejekiku mau lancar, pagi-pagi kau sudah kesini”
“hei, apa
maksudmu??”
“ah sudahlah,
jangan berlagak polos begitu, aku sudah paham ven”
“hahaha, jadi ada
kabar apa dikoran pagi ini kawan??”
“kau baca saja
sendiri, berita tentang detektif idolamu ada dibagian bawah itu, silahkan cari
sendiri”
“kau memang
yang terbaik Otto”
“jika semua
pelangganku orang sepertimu yang hanya mau membaca gratis tanpa harus membayar,
bulan depan usahaku bisa tutup ven”
“hahaha,
bukankah semua pelangganmu memang begitu otto”
*glekk otto menelan ludahnya
“ya
satu-satunya pelangganku cuma kamu ven!!!”
“hahaha
sudah-sudah jangan kau bersungut begitu, wajahmu makin mirip ikan lele”
“asemmm”
Kuabaikan otto yang marah-marah
padaku, haha itulah agendaku setiap pagi yaitu menggoda si muka muram Otto
huckster. Aku kira dia juga merasa senang J.
Koran pagi ini kembali membahas aksi sang detektif nyentrik Harry Sullivan, di
koran beritanya selalu jadi headline apalagi menyangkut kasus-kasus besar. Pagi
ini, berita mengabarkan jika sang detektif baru saja menangkap pelaku pencurian
mobil mewah sang milyarder, Rico Bowman.
“wah,
aksinya makin membuatku kagum padanya”
“lihat
ini Otto, sang detektif berhasil menangkap pencuri mobil mewah milik milyarder
Rico Bowman, bukankah ini berita yang hebat?? Bagaimana menurutmu??”
“aku
tidak terlalu percaya dengan apa yang tertulis di media, ven”
“apa
maksudmu?”
“ya,
apa yang tertulis di media tidaklah sepenuhnya murni fakta yang ada. Terlalu
banyak berita picisan dan omong kosong menurutku”
“hei
hei, apa kau punya dendam pribadi dengan para jurnalis berita harian ini??”
Kulihat otto sedikit gugup
mendengar pertanyaanku barusan.
“ehm,
anu jangan kau kait-kaitkan dengan hal yang tidak-tidak ya”
“memangnya
kenapa? Aku hanya bercanda saja kawan”
“bagiku
media adalah sarana yang ampuh untuk membentuk opini publik, semua yang
tertulis disitu kebanyakan orang akan mempercayainya tanpa menyelidiki fakta
yang sebenarnya, makanya aku tidak terlalu percaya dengan pemberitaan saat ini”
“tumben,
otakmu sedikit encer, haha”
“haha,
pujianmu sama sekali tidak membuatku merasa tersanjung, ven”
“oi
oi, wajahmu tidak bisa bohong tuh...”
Ya, Otto si muka muram memang tak
pandai untuk berakting.
“wahhh,
sudah jam berapa ini?? Jika tidak buru-buru aku akan terlambat ke kantor sang
detektif, aku berangkat ya Otto, terima kasih untuk semuanya”
“hadeuh,
kebiasaan yang terulang lagi -_-“ ( dia tidak bayar lagi )
Aku segera berlari menuju halte
bis terdekat, nafasku terasa begitu berat mungkin karena akhir-akhir ini aku
kurang berolahraga pagi. Dari pertigaan jalan didepan, sebuah bis baru saja
datang dan berhenti di halte depan, para penumpang yang sedari tadi menunggu di
halte mulai menaiki bis, aku masih berlari sekuat tenaga agar tidak
ketinggalan. Jika aku ketinggalan bis kali ini, aku harus menunggu bis
berikutnya yang datang 30 menit sesudahnya dan pasti aku akan semakin terlambat
ke kantor.
*hosh hosh hosh
Sambil
terengah-engah, kutahan pintu depan bis agar tidak tertutup, sambil tertunduk
mengambil nafas. Kulihat sang kondektur yang sudah bersiap untuk menutup pintu
bis menandakan bis akan segera berangkat.
“tunggu pak,
jangan berangkat dulu, aku tak mau nunggu bis berikutnya”
*hosh hosh hosh
“wah
anak muda jaman sekarang keliatan bersemangat sekali ya, cepat naik nak. Bis
ini akan segera berangkat”
Sang kondektur mempersilahkanku
naik sambil melebarkan senyumannya yang sangat ramah, meskipun umurnya sudah
tak lagi muda, namun semangatnya masih menyala.
“yosh,
terima kasih bapak, melihat semangatmu membuatku menjadi lebih bersemangat”
Sang kondektur hanya tersenyum
saja, segera kucari tempat duduk yang kosong. Kulihat pagi ini bis cukup ramai
penumpang hampir semua tempat duduk telah terisi. Dan tiba-tiba mataku tertuju
pada satu titik.
(hmm,
ada wanita cantik disana, wah kebetulan kursi disebelahnya pun masih kosong)
“ehm
permisi nona, boleh aku duduk disebelahmu??”
“....”
Dia tak menjawab salamku, mungkin
dia tipe orang yang cuek. Biarlah yang penting aku bisa mendapatkan tempat
duduk dan bisa bersebelahan dengan wanita cantik. Pagi yang menakjubkan J
“ehm,
nona sepertinya perjalanan kali ini begitu membosankan ya”
“......”
Dia masih saja mengacuhkanku, aku
masih belum bisa melihat wajahnya, kulihat sejak aku datang dia hanya menatap
ke arah jendela. Hanya rambutnya yang hitam panjang yang aku lihat daritadi.
Seperti duduk disebelah SADAKO, hahaa.
*syuuuuuttttt
Mobil bis yang kami tumpangi
tiba-tiba mengerem mendadak, otomatis semua penumpang kaget dan terantuk
kedepan. Gadis yang disebelahku juga ikut terkejut dan sepertinya mulai
menyadari kehadiranku disampingnya. Dia memalingkan wajahnya padaku, wah
beneran SADAKO!!! Ah itu Cuma imajinasiku saja, hahaha. Dia gadis yang cantik.
“eh
kamu.....”
*Jarinya menunjuk tepat kearah
hidungku
“kamu
ven, kan?? Ven riddle, ya kan??”
Eh?? Kenapa dia tahu namaku,
padahal aku baru saja bertemu dengannya. Aku berpikir mencoba mengingat-ingat
kembali teman di masa lalu. Semakin ku berpikir, membuat kepalaku pusing. Aku
belum pernah melihatnya, tapi anehnya dia tahu namaku. Siapa gadis ini?? Apa
dia teman di masa laluku?? Tapi siapa?? Aku benar-benar tidak mengingatnya.
“iya,
kamu ven riddle kan?? Yang satu kelas sama viona, aku tak mungkin lupa wajahmu”
“ehm
anu, maaf kamu siapa ya?? Kupikir kita baru pertama kali bertemu”
“eh
apa?? Oh maaf, aku lepas headsetku dulu, aku tidak bisa mendengar ucapanmu
tadi”
( hah?? Pantas saja dari awal dia
tak memperdulikanku, ternyata.... )
“maaf,
nona cantik, apa kita pernah bertemu sebelumnya??”
“masa
kau tak mengingatku ven? Jangan bilang penyakit pikunmu belum hilang ya J”
Dia tersenyum padaku, namun sungguh
otakku tak mampu mengingatnya. Penyakit memori jangka pendekku kambuh lagi,
tapi jujur senyumannya begitu manis.
( arrgghhhh, kenapa aku tak bisa
mengingatnya, setidaknya sedikit memori tentangnya )
“ini
aku, ramona, masa lupa sih?? Teman SMA mu ven, ih kamu tuh ya nyebelinnya ga
ilang-ilang”
“heh?
Ramona?? Teman SMA?? Seingatku tidak ada yang namanya ramona?”
“bentar,
kamu pasti inget sama yang ini”
Dia membuka tasnya yang berada di
pangkuannya, dia mengambil sebuah benda kecil ditangannya.
“tara!!
Kau pasti ingat ini ven??”
Sebuah gantungan kunci kecil
berbentuk lup (kaca pembesar) ia tunjukan padaku. Dan *triinngg memoriku
kembali lagi, aku teringat saat SMA dulu aku pernah memberikan sebuah hadiah
pada seorang gadis berupa gantungan kunci lup.
*flashback
(hari ulang tahun rona)
(hari ulang tahun rona)
Di sela jam istirahat, ven menemui
rona yang sedang duduk sendiri di teras depan kelas.
“hei,
ron ada sesuatu yang ingin aku berikan padamu”
“wah
wah, apa itu ven?? Setangkai bunga?”
“bukan,
tapi ini, taraaaaa”
“eh?
Gantungan kunci lup?? Kenapa ini sih?”
“ini
sebagai hadiah ulang tahunmu, ron dan hadiah ini semoga mengingatkanmu pada
detektif terkenal Ven Riddle hahaa”
“halah,
gayamu sok banget ven, baiklah aku akan jaga baik-baik hadiahmu ini”
Tiba-tiba rona mencium pipi ven, dan
membuat ven kaget.
“rona,
barusan kau...”
“iya,
ini sebagai balasan atas kebaikanmu ven J”
“engkau
adalah sahabat terbaikku, rona”
Ven memeluk rona sambil tersenyum.
Aku ingat sekarang, ya dia gadis
yang waktu itu, namun aku masih ragu.
“eh??
(dengan tampang ragu) apa kamu rona??”
“ehm
jangan kau panggil aku dengan nama itu ven, itu masa lalu. Sekarang panggil aku
ramona ya J”
“EHHH
jadi kau benar rona ya??? Penampilanmu saat ini sungguh membuatku tak percaya,
kau begitu berbeda dari rona yang dulu kukenal”
“sudah
ah, jangan membuatku merasa malu ven J”
Sungguh penampilan rona, eh
maskudku ramona yang sekarang begitu berbeda. Dia begitu cantik dan feminim,
dengan dress yang dipakainya saat ini dan rambutnya yang terurai panjang membuatnya
menjadi semakin cantik dan manis J.
Rona adalah sahabatku saat SMA, dulu dia terkenal tomboy dan sering bergaul
dengan anak laki-laki, maka dari itu dia lebih sering dipanggil rona.
Sampai-sampai aku lupa kalau nama aslinya adalah ramona J.
“ron,
eh ramona, bagaimana kabarmu saat ini? Sudah lama kita ngga ketemu seperti ini
dan lihatlah perubahanmu, kau begitu berbeda sekali”
“hihi,
terserah kau ven, mau memanggilku apa, sepertinya kau belum terbiasa
memanggilku dengan nama itu J.
Kabarku baik ven, gimana menurutmu penampilanku saat ini??”
“kau
begitu cantik dan manis” ( dengan nada lirih )
*upss kata-kata itu begitu saja
terlontar refleks dari mulutku, membuatku jadi malu padanya.
“apa?
Kau barusan bilang apa??”
“ah
ngga, bukan apa-apa kok hee”
Tak kusangka, rona yang dulu
begitu tomboi kini tampil begitu feminim. Perubahan yang begitu drastis.
“ehm,
melihat penampilanku yang sekarang ini, apa mungkin kau menyukaiku ven??”
“eh??”
“udah-udah
lupakan saja, itu hanya gurauan saja kok hee J,
lagipula kau sudah menjadi milik viona kan?”
Ku hanya terdiam mendengar
pernyataannya barusan, apa dia menyukaiku? Entahlah, dahulu pernah ada rumor
yang beredar bahwa rona menyukaiku karena kami terlalu sering jalan bersama.
Saat itu kami dekat karena memang kami bersahabat, mungkin orang lain
melihatnya sebagai hal lain. Namun pernyataannya barusan menguatkan hal itu.
“oh
iya, gimana kabarnya viona? Sekarang kudengar dia menjadi scientist muda”
“yup,
... ... ... bla bla bla”
Kami pun mengobrol panjang lebar,
perjalanan pagi kali ini tidak begitu membosankan. Disela-sela pembicaraan kuselipkan
gurauan-gurauan lucu yang membuatnya tersenyum sekedar untuk mencairkan
suasana. Selagi asyik mengobrol, tiba-tiba ramona memotong pembicaraan kami.
“ven,
maaf ya obrolan kita sampai disini dulu, tujuanku bentar lagi sampai nih”
“memang
kau mau kemana, ramona??”
Yes, akhirnya aku bisa
memanggilnya dengan nama ramona, meski terkadang lidah ini masih terbiasa
dengan nama yang dulu.
“ini,
aku mau mengembalikan buku yang aku pinjam ke perpustakaan, udah dulu ya ven,
sampai jumpa lagi J”
“ya,
hati-hati ron, eh ramona”
Dia beranjak dari tempat
duduknya, berlalu dari tempatku dan menuju ke kondektur. Dia memberitahu sang
kondektur untuk berhenti di perpustakaan di depan. Bis pun kembali berjalan
meninggalkan ramona di jalan perpustakaan.
“ramona,
meski penampilanmu berubah namun perasaanmu sama sekali tidak berubah
sedikitpun”
-------------------------------------
Di sisa perjalanan, ku hanya
terdiam melamun. Di tengah lamunan, tiba-tiba bunyi dering hp ku berbunyi
*tuuuttt tuuuutttt
“dari
viona rupanya, halo vi...”
“dasar,
ven bodoh!!!!!!”
“eh,
kenapa kamu viona??”
“jujur
si pikun, tadi kamu tebar pesona sama gadis cantik kan?? Iya kan??”
“eh??”
Darimana dia tahu hal itu?? Satu
hal misteri yang aku tidak mengerti tentang viona adalah ia selalu tahu saat
diriku tengah berada dengan wanita cantik dan setelah itu pasti dia langsung
menginterogasiku seperti seorang tersangka yang telah berbuat mesum -_-.
“dasar
mesum, aku ngga akan mendengarkan pembelaanmu”
“eh
eh tunggu dulu, dokter muda yang cantik dengarkan penjelasanku terlebih
dahulu..”
Ya begitulah, setiap kali kami
bertengkar, aku harus menjelaskan dengan alasan yang tepat agar ia tidak salah
paham. Pernah aku mencoba melakukan eksperimen terhadap kebiasaannya padaku,
hari itu aku ngobrol panjang lebar dengan nenek-nenek lansia. Lalu apa yang
terjadi, dia sama sekali tak memberikan reaksi apapun padaku, karena rasa
penasaran, aku coba menelponnya dan dia hanya tertawa sembari mengatakan
padaku. “Kalau nenek-nenek, aku ikhlas”. Pernyataan yang menyebalkan.
“baiklah,
aku percaya ven”
Namun dibalik misterinya yang
sungguh membingungkan, viona sangat perhatian dan peduli akan kesusahan yang
menimpa orang lain. Kebaikan hatinya lah yang meluluhkanku.
“tapi
jika aku melihat secara langsung, kau tebar pesona ke gadis lain, akan kubuat
otakmu tidak bisa mengingat apapun lagi”
Tapi dia gadis yang
menyeramkan!!!!!
T-T
END THIS CHAPTER
No comments:
Post a Comment